Jumat, 28 September 2018

Waktu


Beberapa saat lalu saya berbicara tentang masa lalu dengan teman saya. Di kedai kopi di kota Malang, malam itu semakin dingin saja. Dia mengeluh tentang masa lalunya, seakan dunia sudah berakhir kala itu. Lalu saya dengan tenang berkata, " sudahlah nikmati saja kopimu sebelum dingin ".


Mungkin karena rasa enggan untuk menjawab, saya menyikapi cerita teman saya dengan seacuh itu. Maksud saya adalah, untuk apa sih masa lalu di ceritakan hari ini, semua sudah terlanjur dan tidak akan berubah. Saya memang semunafik itu, karena saya sendiri masih terjebak di masa lalu.


Malam pun semakin larut, semakin berkabut. Suhu mencapai 16 derajat celcius, obrolan kamipun semakin intim, entah tentang politik, agama, bahkan keluarga. Lalu kami sampai di satu titik, titik itu adalah rasa jenuh.


Saat jenuh melanda, kita manusia kebanyakan mencari pelampiasan untuk alasan menghabiskan waktu. Tanpa kita sadari, waktu akan tetap berjalan walaupun kita tidak memakan penuh porsinya. Begitupun dalam hubungan anak manusia, selalu ada titik jenuh, selalu ada rasa bosan yang melanda dalam kebersamaan yang katanya tidak bisa dipisahkan. 


Teruntuk engkau yang dahulu bersama dengan saya. Saya sudah berusaha sekuat itu melupakanmu, sudah letih otak saya menghapus kenangan tentangmu, sudah bosan saya bicara, bicara tentang kehilanganmu. Saya hanya ingin sendiri hari ini, saya nyaman dengan keadaan ini, saya tumpuk engkau bersama yang lain, di sudut sana, di ujung hati yang saya punya.


Ah.... Bertele-tele sekali penjelasan saya. Intinya saya dan teman saya malam itu merasakan hal yang sama. Enggan untuk mengulang waktu, tetapi masih terjebak bersama waktu.


Terimakasih kawan, salam literasi.

Rabu, 26 September 2018

Sebuah jurnal : kenangan mondok

Ada kenangan yang hilang di telan waktu, kadang bersama mimpi yang kabur setelah bangun tidur, kadang bersama rutinitas di antara lelahmu beraktifitas, kadang bersama memilih melupakan ketimbang di lupakan. Tapi satu hal yang ingin saya tulis disini, sebelum saya lupa padanya, baiknya kenangan itu saya abadikan saja.



Tidak pernah habis sepertinya, jika membahas tentang sekolah masa SMA. Entah kenapa cerita tentang itu masih saja menjadi cerita terbaik dalam hidup saya, pun setelah ada cerita yang jauh lebih besar dari sekedar cerita cinta masa SMA, namun hadirnya lebih lemah dari keadaan itu sendiri.


Sejauh yang saya ingat, saya masuk karena di paksa, dan saya keluar karena terpaksa. Ketika saya lihat sekolah ini, bertuliskan " Pondok pesantren modern Baharuddin " rasanya enggan untuk memikirkan jadi apa saya 3 tahun ke depan. Apakah saya akan sanggup menjalani hidup sebagai seorang santri, atau saya hanya akan menjadi debu yang bertebaran tidak pasti.



Bahkan setelah beberapa bulan saya menjalani kehidupan sebagai seorang santri, saya masih saja mengeluh tentang aturan yang terlalu ketat. Teman-teman saya gugur satu persatu, sahabat yang selalu berjuang bersama tersisihkan oleh waktu. Dan di malam-malam semester pertama saya di sekolah ini, lebih banyak saya habiskan dengan menangis dan meratapi nasib ketimbang belajar dengan baik.


Hanya dorongan orang tua yang membuat saya tetap bertahan. Dengan ketidakadilan ketika teman-teman seangkatan saya semasa SMP memilih untuk masuk ke SMA favorit mereka, saya tetap berusaha berdiri disini sembari menggenggam hati, berharap setelah bangun esok, semua akan kembali menjadi baik.



Masjid agung Baharuddin lah yang jadi penenang saya ketika rasa bosan melanda. Disana saya sering sekedar memandangi keindahan alam atau mengaji untuk menenangkan hati saya yang kata anak jaman sekarang, mereka bilang itu galau. Seolah masalah saya seberat itu, walau jika saat ini saya pikirkan lagi, saya memang tidak pantas terlalu ambil pusing, sebab hidup waktu itu jauh lebih mudah dari hidup hari ini.




Asrama..... Banyak kenangan yang tertinggal disana. Entah itu tawa atau duka. Kehilangan barang pribadi sudah biasa, tapi kehilangan sesuatu berarti di ganti dengan hal lain yang lebih baik. Saya percaya, saat seragam atau kaos kaki saya hilang, TUHAN mengirimkan senyuman berupa sahabat yang menggantikan. Saya bersyukur bisa mengenal beragam manusia di dalamnya, bisa mengenal sifat satu dan lainnya, bisa terjun langsung dalam kehidupan yang sebenarnya. Bahwa yang lemah harus bersatu agar yang kuat tidak mengganggu, kalimat itu saya gunakan untuk menggambarkan kekuatan kami melawan waktu, kebosanan, dan tekanan belajar. 


Ah rasanya masih terlalu sedikit cerita ini di bandingkan 3 tahun yang saya jalani. Masih terlalu sedikit menggambarkan apa yang saya alami, dan terlalu sedikit untuk merepresentasikan kehidupan di dalamnya. Terimakasih semua, salam santri salam literasi.

Selasa, 25 September 2018

Mie kolor, mie paling aneh yang pernah gue coba




Denger namanya aja, pasti kalian pada heran kan. Kok bisa sampai dinamakan mie kolor ? Eits jangan mikir yang aneh-aneh dulu ya guys, mie ini nggak ada bedannya kok sama mie yang lain, ini cuma sebutan buat gue dan temen-temen gue karena rasa gurih dari mie tersebut terlalu enak, yuk kita lanjut di bawah.


Awalnya sih, gue tau warung mie ini dari kakak tingkat yang udah lebih dulu jadi langganan di warung mie bang juki ( anggap aja nama yang punya warung itu, demi menjaga privasi ). Dia bilang kalau mie disini rasanya beda dari kebanyakan mie. Ok gue sebagai food hunter mutusin buat nyoba mie bang juki ini, apa iya sih seenak yang kakak tingkat gue bilang.


Setelah mie yang gue pesen dateng, first impression nggak ada bedanya tuh sama kebanyakan mie. Ini tuh cuma semangkuk mie yang di campur telur plus saus cabe, sama aja kaya di warung mie yang lain, terus apa istimewannya coba. Tapi setelah gue menyeruput kuahnya, baru deh gue sadar kalau kuah mie ini tuh gurih banget, baru ini gue nemuin mie segurih itu.


Saking nggak tahannya lidah gue buat nyoba lagi, istilahnya tuh nagih ya. Gue pun memesan mangkuk kedua gue dengan cepat, tanpa memikirkan kebanyakan makan mie yang di taburi micin bisa membuat otak gue membeku, walaupun itu beneran atau cuma mitos gue nggak tau hehehe. 


Besoknya, gue pun dengan bangga memperkenalkan mie ini ke temen setongkrongan gue. Gue kasih jaminan ke mereka, kalau mereka nggak nambah sampai minimal dua kali, gue bakal bayarin mie yang mereka makan. Walhasil, gue menang dengan mudah. 


Mungkin karena seringnya kita makan mie di warung bang juki, kita jadi punya julukan tersendiri buat mie super ini. Kita sebutlah dia mie kolor, karena waktu itu gue bilang gini " mie ini bisa enak karena pas masak kuahnya di campurin sempak bekas bang juki yang udah lama nggak di cuci, rasa gurihnya datang dari rendaman sempak bercampur kencing yang bau pesing, makannya enak banget ".


Omongan gue emang jahat dah, awalnya gue cuma niat bercanda, beneran dah. Tapi ntah kenapa kok temen-temen gue ngikutin omongan gue ya, mereka juga menyebut mie itu dengan sebutan mie kolor. Mie kolor pun menyebar ke telinga mahasiswa di sekitaran kampus gue, mie kolor pun menjadi primadona, tanpa mereka tahu siapa pencipta kata-kata tersebut.


Untungnya sekarang gue udah nggak disana lagi, jadi gue udah nggak bisa disebut tersangka. Coba kalau gue masih disana, bisa mampus gue digebukin bang juki karena nyebarin berita hoax. Lagian omongan gue dipercaya, percaya tuh sama TUHAN, jangan sama gue.


Hmm..... Itu aja deh cerita kali ini, besok gue update lagi kalau ada cerita seru lainnya, last but not least keep calm and stay cool as always guys, see ya.

Selasa, 18 September 2018

Marching band, itu band asal mana yak?



Cara terbaik untuk melupakan adalah dengan tidak memperhatikan 

- unknown


Bagi gue kata di atas agak nggak ngaruh buat gue, seseorang yang terjebak oleh masa lalu, cerita gue kali ini juga lagi dan lagi membahas tentang masa lalu, check this out.


Ok, selama yang bisa gue ingat. Pikiran gue melayang jauh ke masa 6-7 tahun yang lalu, karena kata orang kan masa SMA adalah masa paling bahagia dalam hidup, gue mengamini itu. Karena apa? Karena terlalu banyak kenangan manis yang nggak akan bisa kelewat pas masih SMA, contohnya adalah kasus pencurian motor, cerita tentsng asrama, piring dapur, kisah kasih di studio radio sekolah, dan masih banyak lagi ( semua cerita bisa lu cari di arsip blog gue ).


Yang kali ini akan gue ungkap adalah tentang marching band. Jadi dulu itu, kalau lu mau jadi anak populer, lu cuma harus gabung sama marching band sekolah, as simple as that. Lu nggak perlu otak cerdas, nggak perlu hafal banyak rumus, nggak perlu joget dua jari ala tiktok, atau bahkan lu nggak perlu menginfluence banyak orang dengan youtube, yang perlu lu lakuin cuma gabung marching band selama sebulan, dan wuuussh.... Lu adalah hypebeast di sekolah gue.


Sore itu, no life semacam gue cuma bisa memandang dari lantai 6 asrama waktu temen-temen populer gue latihan marching band, jujur aja gue keganggu sama suara berisik alat musik mereka, tapi ya kapan lagi bisa liat santriyah dari jarak sedekat itu? Gue nggak naif, gue suka liat mereka latihan cuma karena ada cewek yang gue suka juga lagi latihan awkawkawk..... Cringe bukan ?


Kadang kalau lagi deket sama event, mereka intens banget kan pas latihan. Bisa dari pagi sampai sore, kesempatan bagus buat lihat cewek itu selama mungkin. Simpan kenangan tentang dia dalan hati, manatau suatu saat di perlukan ( yah walaupun kadang waktu jugalah yang menghapus kenangan tentang dia karena dianya sendiri udah nggak seperti dulu 😂). Kebetulan si pelatih tuh datang dari kota besar, dan otomatis sebagai murid, temen-temen populer gue ngikutin gaya mereka, yang hari ini gue sadar kalau gaya mereka dulu tuh nggak ada keren-kerennya sama sekali, tapi di jaman itu, mereka semua kelihatan keren di mata gue ( biasalah, anak abg yang sedang mencari jati diri).


Di akhir hari, selalu ada momen yang akan engkau ingat sampai hari ini. Dan momen terbaik selama marching band adalah, ketika temen gua nyatain perasaannya ke cewek yang dia suka pas ceweknya lagi latihan marching band ( emang bukan gue yang ngerasain, tapi keren aja karena temen gue ini terkenal sebagai pribadi yang berani, sebuah sifat yang nggak gue miliki sampai hari ini ). 


Biarkan saja mengalir seperti air, toh ujungnya adalah laut, entah ia dari hulu, danau, waduk, lembah, bahkan sungai sekalipun, semua akan menjadi satu di luasnya samudra. Gue cuma bercerita, mungkin cerita gue ada salahnya karena ada beberapa ingatan yang kabur, atau emang kejadiannya nggak begitu, gue minta maaf.


Ok guys, makasih yang udah nyempetin baca, keep calm and stay cool as always.

Selasa, 11 September 2018

The end was here.



Sebenarnya banyak kata yang aku ingin ucapkan kepadamu ketika bertemu. Begitu banyak rindu yang kusimpan untukmu, begitu banyak cinta yang kuharap engkau tahu. Tapi bibir terlalu takut untuk bicara, terkunci rapat dan enggan untuk terbuka.


Kisah antara kau denganku belum usai, kita masih bersama merajut tawa. Nyatannya itu semua yang aku bayangkan kemarin, tapi hari ini kenyataan sangat berbeda. Yah, dunia memang kadang tidak adil, aku belajar untuk bertahan. Tapi kadang bertahan pun aku rapuh, karena beban yang terlalu jauh. Semua biar kusimpan jadi cerita, cerita untuk jadi pelajaran di masa depan, bahwa kau pernah kumimpikan, tapi aku lalu kau tinggalkan.


Ok, mungkin cerita kemarin kau anggap angin lalu. Tidak begitu denganku, ingatanku terlalu tajam untuk melupakanmu. Dan melupakan adalah hal terberat buatku, sebab melupakan berarti menghapus seseorang dari ingatan, dan itu berarti menghapus seluruh dirimu dari hidupku. 


Aku masih tak rela kau pergi, aku masih berharap kau kembali. Tapi jika memang ini jalan yang kau pilih, aku tidak bisa berkata tidak, sebab bahagiamu adalah bahagiaku juga, biarlah kau ku lepas hari ini, supaya besok engkau bisa terbang bebas sendiri. Maaf kalau aku pernah menebar luka kemarin, semoga kau bahagia esok hari.


Dan akhirnya kita hanya tinggal saya, sebab saya yang masih menggenggam kita, Kamu tidak.